Minggu, 22 September 2013

Gambar Ilustrasi
Menyikapi kamtibmas di papua pada umunya dan nabire pada khususnya, adalah menjadi tanggung jawab bersama semua komponen, tidak saja aparat TNI/ POLRI namun toga, todat, kepala suku dan masyarakat umum. Kerinduan akan sebuah kedamaian adalah menjadi harapan kita bersama sehingga kerja sama dalam menjaga keamanan sangat diharapkan antara institusi tni/polri dan pihak masyarakat luas maupun komponen masyarakat.
Hal ini sangat jauh dari harapan ketika praktek pendekatan militer yang dilakukan oleh salah satu investasi penanaman modal asing (PMA) perkebunan sawit PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri yang menggunakan pendekatan militer dalam menjaga keamanan atau bertugas di perusahan tersebut. Dalam prakteknya dengan kehadiran anggota pam Brimob (Polri), sangat jauh dari tufoksi polri yang diatur dalam uu kepolisian yaitu sebagai pengayom, pelindung rakyat. Namun yang terjadi adalah tindakan-tindakan kekerasan baik secara langsung maupun tidak langsung yang sering dilakukan terhadap masyrakat pemilik ulayat, pimpinan suku yerisiam maupun karyawan yang sering mengeluh terhadap gaji mereka. Ada indikasi upaya pendekatan militer dikedua perusahan tersebut, adalah untuk melindungi sebuah kesalahan hukum atas dilanggarnya UU 32 Tahun 2009 tentang lingkungan hidup yang mana dalam pasal tertentu mengatur tentang ijin AMDAL ( analisa dampak lingkungan) yang seharusnya dimiliki sebelum pekerjaan perusahan tersebut beroprasi. Namun yang terjadi adalah pekerjaan yang dilakukan sudah berjalan tiga tahun tanpa memiliki ijin amdal, Pada tanggal 11 bulan September 2013 Panglima xvii cendrawasi melakukan penanaman perdana sawit sementara puluhan pohon sudah ditanam dua tahun berjalan. Sebuah upaya pembohongan public yang sedang dilakukan oleh kedua perusahan tersebut dalam upaya melegitimasi kegiatan perkebunan yang illegal selama ini dengan mendatangkan para pejabat Negara yang secara tidak langsung turut melegitimasi kesalahan terhadap uu 32 tahun 2009. Perlu juga diketahui bahwa kehadiran perusahan sawit di tanah ulayat adat pribumi suku yerisiam menuai pro kontra antara masyarakat adat yerisiam, yang jika hal ini dibiarkan akan memicu konflik baik horizontal maupun dengan perusahan tersebut yang berbutunt aparat keamanan akan berada dipihak perusahan seperti kasus-kasus sawit pada umumnya di Indonesia.
Kemerdekaan Indonesia adalah untuk bebas dari segala bentuk penjajahan namun karakter imperialis sangat jelas diterapkan diatas tanah leluhur masyarakat pribumi suku yerisiam oleh perkebunan sawit PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri tanpa menghormati hak-hak dasar masyarakat pribumi sebagai pemilik Tanah ulayat adat.
Alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah sangat jelas menyebutkan tujuan dari pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Alinea IV Pembukaan UUD 1945 melegitimasi semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tanah, air dan semua sumber daya alam di Indonesia, yang terkandung di dalamnya sebesarbesarnya digunakan untuk menciptakan kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Lebih khusus di papua sebuah perangkat uu Negara Indonesia tentang otonomi khusus hadir guna merubah pengalaman masa lalu atas kegagalan pemerintah dalam membangun sumber daya papua, sehingga otsus hadir dengan pioritas program salah satu adalah kesejahtraan dan kemakmuran masyarakat pribumi papua, namun praktek kedua perusahan ini mencoreng cita-cita paradigma baru guna mereformasi praktek-praktek orde baru dalam pengelolaan sumber daya alam masyarakat pribumi suku yerisiam.

Berhubung dengan hal-hal yang dijelaskan diatas maka sebagai kepala suku yerisiam yang bertanggung jawab teerhadap masyarakat adat pribumi suku yerisiam dengan ini meminta :

  1. Demi keamanan dan kenyamanan maka PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri segera mengembalikan pam brimob yang ada di perkebunan sawit.
  2. Sangat diharapkan pihak kepolisian dan dinas kehutanan turun ke dua lahan perkebunan kelapa sawit yaitu PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri untuk memastikan berapa jumlah batang kayu dan berapa jumlah meter kubik dari empat jenis kayu yaitu kayu merbau, kayu indah, kayu meranti dan rimbah campuran untuk dibayarkan atau didenda oleh PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri jika tidak dapat mempertanggung jawabkan data otentik dari puluhan juta meter kubik yang dikuburkan begitu saja. 
  3. PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri stop melakukan upaya pembohongan public dengan menghadirkan pejabat provinsi untuk melegitimasi pekerjaan yang illegal. 
  4. Demi kelancaran dan kelangsungan pekerjaan perkebunan sawit diatas tanah leluhur masyarakat pribumi suku yerisiam maka penting adanya sebuah pertemuan antara perusahan dan pemilik ulayat adat yang hingga kini belum dibicarakan secara baik tentang hak dan kewjiban antar pemilik ulayat adat dan PT. Nabire Baru dan PT. Sariwana Unggul Mandiri.  
  5.  Pemerintah dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, maka kami Meminta pemerintah daerah dalam hal ini eksekutif dan legislative maupun unsure muspida lainya untuk tidak melakukan proses pembiaran terhadap jutaan pohon kayu yang ditebang begitu saja yang secara jelas melanggar Undang – Undang Negara Repoblik Indonesia No 32 THN 2009 Tentang Lingkungan Hidup, maupun hokum-hukum lain yang mengatur tentang hak-hak masyarakat adat. 
  6. Harapan suku Yerisiam terhadap pemerintah sebagai wakil rakyat jangan berpihak kepada kaum pemodal dengan menari-nari diatas jeritan rakyat.
Demikian prease lease ini kami keluarkan untuk diketahui dan kiranya mendapat perhatian yang serius dari semua pihak yang berkompoten dalam menggumuli kepentingan rakyat.

Nabire 21 September 2013
Kepala Suku Yerisiam


SP. Hanebora




0 komentar:

Posting Komentar